Mungkin istilah Cyber Crime
sudah tidak asing lagi bagi kita, dimana istilah cyber crime itu sendiri adalah
suatu tindakan yang menjurus pada tindakan kriminal atau kejahatan yang
dilakukan seseorang dengan melalui jaringan internet komputer yang terjadi di
dunia maya. Perkembangan teknologi komputer yang semakin pesat memang
memberikan kenyamanan dan akses yang tidak terbatas kepada siapapun, namun
seiring dengan perkembangan yang pesat itu pula juga memberikan kesempatan
kepada orang lain untuk melakukan tindak kejahatan melalui celah-celah keamanan
dan mengambil keuntungan dengan cara yang tidak benar.
Berikut
pengertian cyber crime menurut beberapa para ahli, diantaranya:
·
Forester dan Morrison mendefinisikan kejahatan komputer sebagai: aksi
kriminal dimana komputer digunakan sebagai senjata utama.
·
Tavani memberikan definisi cybercrime yang lebih menarik,
yaitu: kejahatan dimana tindakan kriminal hanya bisa dilakukan dengan
menggunakan teknologi cyber dan terjadi di dunia cyber.
·
Girasa mendefinisikan cybercrime sebagai : aksi kejahatan yang
menggunakan teknologi komputer sebagai komponen utama.
·
Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di Bidang
Komputer” (1989) mengartikan cybercrime sebagai
kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai
penggunaan komputer secara ilegal.
Dari beberapa pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa
Cyber crime merupakan tindak kejahatan di bidang komputer yang menggunakan
teknologi komputer sebagai senjata utama dan terjadi di dunia maya. Contoh
tindak kejahatan yang dapat termasuk dalam tindakan cyber crime antara lain:
penipuan lelang online, penipuan kartu kredit, pemalsuan identitas, pornografi,
dll.
Berikut ini adalah beberapa contoh kasus dari cyber crime
yang pernah terjadi:
1.
Kejahatan Kartu Kredit
Polda DI Yogyakarta telah menangkap lima carder dan
mengamankan barang bukti bernilai puluhan juta, yang didapat dari merchant luar
negeri. Begitu juga dengan yang dilakukan mahasiswa sebuah perguruan tinggi di
Bandung. Akibat perbuatannya selama setahun, beberapa pihak di Jerman dirugikan
sebesar 15.000 DM (sekitar Rp 70 juta). Para carder beberapa waktu lalu juga
menyadap data kartu kredit dari dua outlet pusat perbelanjaan yang cukup
terkenal. Caranya, saat kasir menggesek kartu pada waktu pembayaran, pada saat
data berjalan ke bank-bank tertentu itulah data dicuri.
Akibatnya, banyak laporan pemegang kartu kredit yang
mendapatkan tagihan terhadap transaksi yang tidak pernah dilakukannya. Modus
kejahatan ini adalah penyalahgunaan kartu kredit oleh orang yang tidak berhak.
Motif kegiatan dari kasus ini termasuk ke dalam cybercrime sebagai
tindakan murni kejahatan. Hal ini dikarenakan si penyerang dengan sengaja
menggunakan kartu kredit milik orang lain. Kasus cybercrime ini merupakan
jenis carding. Sasaran dari kasus ini termasuk ke dalam jenis cybercrime
menyerang hak milik (against property). Sasaran dari kasus kejahatan
ini adalah cybercrime menyerang pribadi (against person).
2. Carding
Carding, salah satu jenis cyber crime yang terjadi di
Bandung sekitar Tahun 2003. Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk
mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi
perdagangan di internet. Para pelaku yang kebanyakan remaja tanggung dan
mahasiswa ini, digerebek aparat kepolisian setelah beberapa kali berhasil
melakukan transaksi di internet menggunakan kartu kredit orang lain. Para
pelaku, rata-rata beroperasi dari warnet-warnet yang tersebar di kota Bandung.
Mereka biasa bertransaksi dengan menggunakan nomor kartu
kredit yang mereka peroleh dari beberapa situs. Namun lagi-lagi, para petugas
kepolisian ini menolak menyebutkan situs yang dipergunakan dengan alasan masih
dalam penyelidikan lebih lanjut. Modus kejahatan ini adalah pencurian, karena
pelaku memakai kartu kredit orang lain untuk mencari barang yang mereka
inginkan di situs lelang barang. Karena kejahatan yang mereka lakukan, mereka
akan dibidik dengan pelanggaran Pasal 378 KUHP tentang penipuan, Pasal 363
tentang Pencurian dan Pasal 263 tentang Pemalsuan Identitas.
3.
Penggelapan Uang di Bank
Sekitar pada tahun 1982 terjadi penggelapan uang di suatu bank
swasta melalui komputer. Sebagaimana diberitakan di media cetak Suara
Pembaharuan edisi 10 Januari 1991 tentang dua orang mahasiswa yang membobol
uang dari sebuah bank swasta di Jakarta sebanyak Rp372.100.000,00 dengan
menggunakan sarana komputer. Perkembangan lebih lanjut dari teknologi komputer
adalah berupa jaringan komputer yang kemudian melahirkan suatu ruang komunikasi
dan informasi global yang dikenal dengan internet.
Pada kasus tersebut, kasus ini modusnya adalah murni kriminal,
kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana
kejahatan. Penyelesaiannya, karena kejahatan ini termasuk penggelapan uang pada
bank dengan menggunakan komputer sebagai alat melakukan kejahatan. Sesuai
dengan undang-undang yang ada di Indonesia maka, orang tersebut diancam dengan
pasal 362 KUHP atau Pasal 378 KUHP, tergantung dari modus perbuatan yang
dilakukannya.
4. Penyerangan
terhadap jaringan internet KPU
Jaringan internet di Pusat Tabulasi Nasional Komisi
Pemilihan Umum sempat down (terganggu)
beberapa kali. KPU menggandeng kepolisian untuk mengatasi hal tersebut, “Cyber
crime kepolisian juga sudah membantu. Domain kerjasamanya antara KPU dengan
kepolisian”, kata Ketua Tim Teknologi Informasi KPU, Husni Fahmi di Kantor KPU,
Menteng, Jakarta Pusat.
Menurut Husni, tim kepolisian pun sudah mendatangi Pusat
Tabulasi Nasional KPU di Hotel Brobudur, Jakarta Pusat. Mereka akan mengusut
adanya dugaan kriminal dalam kasus kejahatan dunia maya dengan cara meretas,
“kami sudah melaporkan semuanya ke KPU. Cyber crime sudah datang”
ujarnya. Sebelumnya, Husni menyebut sejak tiga hari dibuka, Pusat Tabulasi
berkali-kali diserang oleh peretas, ”sejak hari lalu dimulainya
perhitungan tabulasi, samapai hari ini kalau dihitung-hitung, sudah lebuh dari
20 serangan”, kata Husni. Seluruh penyerang itu sekarang sudah diblokir alamat
IP-nya oleh PT. Telkom. Tim TI KPU bias mengatasi serangan karena belajar dari
pengalaman di tahun 2004 lalu. “Memang sempat ada yang ingin mengubah tampilan
halaman tabulasi nasional hasil pemungutan suara milik KPU, tetapi segera kami
antisipasi”.
Dari kasus di atas memiliki modus untuk mengacaukan proses
pemilihan suara di KPK. Motif kejahatan ini termasuk ke dalam cyber crime
sebagai tindakan murni kejahatan. Hal ini dikarenakan para penyerang dengan
sengaja untuk melakukan kekacauan pada tampilan halaman tabulasi nasional hasil
dari Pemilu. Kejahatan kasus cyber crime ini dapat termasuk jenis data
forgery, hacking-cracking, sabotage and extortion, atau cyber
terorism. Sasaran dari kasus kejahatan ini adalah cybercrime
menyerang pemerintah (against government) atau bisa juga cybercrime
menyerang hak milik.
5.
Pornografi
Salah satu tindak kejahatan Internet lainnya yang melibatkan
Indonesia adalah pornografi anak. Kegiatan yang termasuk pronografi adalah
kegiatan yang dilakukan dengan membuat, memasang, mendistribusikan, atau
menyebarkan material yang berbau pornografi, cabul, serta mengekspos hal-hal
yang tidak pantas. Sekitar pada tahun 2008, pemerintah AS menangkap lebih dari
100 orang yang diduga terlibat kegiatan pornografi anak.
Dari situs yang memiliki 250 pelanggan dan dijalankan di
Texas, AS, pengoperasiannya dilakukan di Rusia dan Indonesia. Untuk itulah,
Jaksa Agung AS John Ashcroft sampai mengeluarkan surat resmi penangkapan
terhadap dua warga Indonesia yang terlibat dalam pornografi yang tidak
dilindungi Amandemen Pertama. Di Indonesia, kasus pornografi yang terheboh
baru-baru ini adalah kasusnya Ariel-Luna-Cut Tari. Kasus kejahatan ini memiliki
modus untuk membuat situs pornografi.
Motif kejahatan ini termasuk ke dalam cybercrime
sebagai tindakan murni kejahatan. Hal ini dikarenakan para penyerang dengan
sengaja membuat situs-situs pornografi yang sangat berdampak buruk terhadap
masyarakat. Kejahatan kasus cybercrime ini dapat termasuk jenis illegal
contents. Sasaran dari kasus kejahatan ini adalah cybercrime
menyerang individu (against person).
6.
Cybersquatting
Cybersquatting adalah mendaftar, menjual atau menggunakan
nama domain dengan maksud mengambil keuntungan dari merek dagang atau nama
orang lain. Umumnya mengacu pada praktek membeli nama domain yang menggunakan
nama-nama bisnis yang sudah ada atau nama orang orang terkenal dengan maksud
untuk menjual nama untuk keuntungan bagi bisnis mereka.
Contoh kasus cybersquatting, Carlos Slim, orang terkaya di
dunia itu pun kurang sigap dalam mengelola brandingnya di internet, sampai
domainnya diserobot orang lain. Beruntung kasusnya bisa digolongkan cybersquat
sehingga domain carlosslim.com bisa diambil alih. Modusnya memperdagangkan
popularitas perusahaan dan keyword Carlos Slim dengan cara menjual iklan Google
kepada para pesaingnya. Penyelesaian kasus ini adalah dengan menggunakan
prosedur Anticybersquatting Consumer Protection Act (ACPA), memberi hak untuk
pemilik merek dagang untuk menuntut sebuah cybersquatter di pengadilan federal
dan mentransfer nama domain kembali ke pemilik merek dagang. Dalam beberapa
kasus, cybersquatter harus membayar ganti rugi uang.
7.
Penjudian
Online
Perjudian online, pelaku menggunakan sarana internet untuk
melakukan perjudian. Seperti yang terjadi di Semarang, Desember 2006 silam.
Para pelaku melakukan praktiknya dengan menggunakan system member yang semua
anggotanya mendaftar ke admin situs itu, atau menghubungi HP ke 0811XXXXXX dan
024-356XXXX. Mereka melakukan transaki online lewat internet dan HP untuk
mempertaruhkan pertarungan bola Liga Inggris, Liga Italia dan Liga Jerman yang
ditayangkan di televisi.
Untuk setiap petaruh yang berhasil menebak skor dan memasang
uang Rp 100 ribu bisa mendapatkan uang Rp 100 ribu, atau bisa lebih. Modus para
pelaku bermain judi online adalah untuk mendapatkan uang dengan cara instan.
Dan sanksi menjerat para pelaku yakni dikenakan pasal 303 tentang perjudian dan
UU 7/1974 pasal 8 yang ancamannya lebih dari 5 tahun.
Sumber:
http://harefa12.wordpress.com/2014/03/18/contoh-kasus-cybercrime/#more-346